Minggu, 25 September 2011

Alun-Alun Sumedang bukan sekedar MONUMEN


LINGGA menjadi lambang daerah dan berdiri kokoh di tengah Alun-alun Sumedang adalah monumen. Lingga adalah sebuah penghargaan atas pengabdian memimpin rakyat dibangun di jantung pemerintahan Sumedang. Penghargaan ini justru diberikan kepada bupati yang dianggap akan memberontak oleh Belanda. Sampai saat ini tak pernah ada lagi penghargaan diberikan kepada bupati yang memerintah Sumedang.

Monumen penghargaan ini dipersembahkan bagi Bupati Pangeran Aria Soeriatmadja yang wafat di Mekah dan dijuluki Pangeran Mekah. Namanya juga diabadikan menjadi jalan persis di sebelah utara Lingga itu. Monumen mirip candi ini didirikan tahun 1922 setelah bupati yang hidupnya sangat sederhana ini tak lagi menjadi orang nomor satu. Pangeran Soeriatmadja menjadi Bupati Sumedang sejak 31 Januari 1883-1919.

Sebelumnya Pangeran Mekah ini dianggap sangat berbahaya bagi kelangsungan pemerintahan Belanda karena ia melakukan perlawanan melalui tulisan dan menerbitkan buku untuk mencerdaskan dan membangkitkan rakyatnya dari ketertindasan. Akibatnya pusat pemerintahan Sumedang ini dikepung benteng dengan moncong meriam mengarah ke kantor pemerintahan dan kediaman resmi Pangeran Soeriatmaja itu.

“Pangeran Soeriatmaja ini dianggap berbahaya karena memang melakukan perlawanan dengan membuat buku ditioeng memeh hoedjan yang berisi kesadaran akan sebuah kemerdekaan,”

Sebelah utara sekitar 1 km dari pusat pemerintahan Sumedang Larang itu tiga buah benteng dibangun di Gunung Gadung. “Selain ada tempat penyimpanan mesiu juga ada jendela di benteng itu yang bisa melihat dengan jelas kegiatan di pusat pemerintah Sumedang itu dengan mengunakan teleskop,” kata Aom Ahmad.

Sebelas Timur benteng di gunung Palasari yang memiliki ketinggian 700 meter diatas permukaan laut (dpl) juga mengawasi aktifitas bupati yang sangat berpengaruh di tatar Priangan itu. “Dari Benteng Palasari itu di bagian bawahnya merupakan tangsi militer yang sekarang menjadi Markas Kodim 0610 Sumedang,” katanya.

Benteng juga dibangun di Gunung Kunci yang merupakan yang paling lengkap serta di Pamarisen, Desa Mekarjaya dan di Pasir Bilik Gunung Datar. “Praktis pusat pemerintahan itu dikepung benteng dan serdadu Belanda dengan peralatan perangnya,” katanya lagi.

Tetapi walau dianggap akan memberontak tetapi Belanda justru memberi penghargaan karena keberhasilannya memimpin dan mensejahterakan rakyat Sumedang. Monumen Lingga sendiri diresmikan oleh Gubernur Jenderal Mr D Fock di bagian dindingnya ditulis, Pangabakti Ka Suwarginan Pangeran Soeriaatmadja, Bupati Sumedang 1883-1919, ping 1 Juni 1919. Bagian atas Lingga berbentuk setengah bola dan terbuat dari plat tembaga, konon melambangkan setinggi-tingginya puncak prestasi manusia, tidak akan mencapai kesempurnaan yang hakiki, sebab kesempurnaan sesungguhnya hanyalah milik Allah SWT.

Sedangkan pintu Lingga sendiri, yang dibangun empat buah pada setiap penjuru mata angin dengan anak tangga bertrap-trap sebagai simbol pendakian ruhani manusia dalam mencapai keridloan Allah dengan terlebih dahulu menguasai empat unsur nafsu yang terdapat pada diri setiap insan, amarah, sawiyah, lawamah dan mutmainah. Dengan penguasaan keempat unsur nafsu itu, maka manusia dengan pengampunan Allah. Atas segala dosanya, diibaratkan seperti bayi yang baru lahir dari rahim ibunya. ***